VIVAnews - Remisi yang diberikan kepada narapidana kasus terorisme sudah sesuai aturan. Untuk menghindari keterlibatan mantan narapidana terorisme, Dirjen Pemasyarakatan juga berkoordinasi dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri.
Hal ini dikatakan Dirjen Pemasyarakatan, Untung Sugiyono, di Kantor Dirjen Pemasyarakatan, Jakarta, Jumat, 21 Agustus 2009. "Dari aspek legal (pemberian remisi) sudah terpenuhi. Kalau tidak (diberikan), kami yang salah, karena hukumnya ada, aturan ada, jadi bagian dari kerjaan kami," kata Untung.
Remisi, kata Untung merupakan salah satu instrumen untuk melakukan pembinaan, mengetahui kesalahan, dan mendorong disiplin agar tidak melanggar kembali.
Aturan tentang remisi diatur Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang Permasyarakatan, Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan permasyarakatan, dan Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan atas PP No 32 tahun 1999.
"PP 28 memberi aturan napi khusus, yaitu terorisme, korupsi, dan illegal logging," kata dia. Dirjen Pemasyarakatan juga melakukan koordinasi dengan Densus 88, terutama pascapembinaan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Dirjen Pemasyarakatan memberikan data dan informasi terkait kondisi dan keadaan napi, juga keluarga. Sedangkan Densus yang akan melakukan monitor setelah mereka bebas. "Pada saat mau kami bebaskan, ada koordinasi dengan Densus. Densus langsung monitor mereka mau ke mana. Jadi terus termonitor," ucap Untung.
Berdasarkan penggerebekan rumah di Jati Asih, Bekasi, diketahui bahwa Air Setiawan merupakan residivis yang terlibat Bom Kedutaan Austalia 2004 silam. Namun Untung mengatakan keterlibatan kembali Air dalam jaringan Noordin bukan tanggung jawab Densus semata.
"(Tanggung jawab) Jangan hanya diserahkan ke satu instansi, tapi masyarakat harusnya membantu. Perlu koordinasi semua pihak," kata dia.
Pada hari kemerdekaan tahun ini, pemerintah memberikan remisi kepada 8 napi kasus terorisme. Satu napi mendapat remisi bebas. "Arifin Binaspin bebas, dia menebar ancaman teror melalui sms kepada Gedung XL yang merupakan mantan kantornya. Ini dikategorikan kejahatan terorisme," kata dia.
Sedangkan 10 napi lain tidak diberikan remisi. Tiga orang diantaranya disebabkan vonis yang tidak bersifat penahanan sementara. Dua orang divonis hukuman mati, sedangkan satu orang hukuman seumur hidup.
Sumber: VIVAnews
Selamat datang di Suara Indonesian sebuah blog tentang segala informasi mengenai Indonesia dengan segala perkembangannya, semoga blog ini bisa menambah sedikit wawasan anda.
Mohon kritik & saran berkaitan dengan penulisan artikel blog ini.
Terima kasih.
Maju Terus Indonesia!!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Dibawah ini